Posisi saat ini: Rumah / Pesan / Prestasi Anatoli Polosin Jadi Tolok Ukur, Apakah Timur Kapadze Cocok Melatih Timnas Indonesia?

Prestasi Anatoli Polosin Jadi Tolok Ukur, Apakah Timur Kapadze Cocok Melatih Timnas Indonesia?

Penulis:Wartawan Olahraga Tanggal:2025-11-19 12:30:02
Dilihat:7 Pujian
Sebelum namanya membuat sensasi baru sebagai pelatih berprestasi, Timur Kapadze mengukir riwayat karier yang terhitung mentereng ketika masih aktif bermain, baik itu di level klub maupun Timnas Uzbekistan. (AFP/ROMAIN PERROCHEAU)

Jakarta - Anatoli Polosin sampai hari ini masih dianggap sebagai salah satu pelatih terbaik yang pernah menukangi Timnas Indonesia. Dua medali emas SEA Games pada 1987 dan 1991 menjadi bukti nyata bagaimana pelatih asal Rusia itu mengubah kultur dan mentalitas skuat Garuda. Tidak banyak sosok asing yang mampu meninggalkan jejak sedalam itu, dan nama Polosin masih terus disebut setiap kali publik menuntut performa lebih baik dari Timnas Indonesia.

Lewat metode latihan fisik ekstrem, ketegasan ala Eropa Timur, serta pendekatan sepak bola yang keras, Polosin menyajikan standar baru bagi pesepak bola nasional. Saat itu, ia dinilai sukses mengangkat level permainan Timnas Indonesia yang sebelumnya dianggap tidak cukup kuat untuk bersaing secara konsisten di ajang internasional.

Kini, ketika nama Timur Kapadze muncul sebagai kandidat pelatih baru Timnas Indonesia, pertanyaan besar pun mengemuka. Apakah Kapadze, pelatih asal Uzbekistan yang sedang naik daun, bisa meniru—atau setidaknya mendekati—pengaruh besar yang pernah diberikan Polosin pada generasi emas SEA Games?

Anatoli Fyodorich Polosin datang ke Indonesia untuk mempersiapkan SEA Games 1991 dengan filosofi sepak bola yang sudah sangat terbentuk. Sebagai pelatih dari Eropa Timur, ia mengedepankan penguatan fisik dibandingkan sepak bola atraktif ala Wiel Coerver pada era 1970-an. Perubahan drastis langsung terasa sejak hari pertama pemusatan latihan.

Selama tiga bulan menuju SEA Games, fisik Raymond Hattu dkk digembleng habis-habisan. Latihan berlangsung di luar batas kemampuan pemain lokal saat itu. Tidak sedikit pemain yang muntah, tumbang, sampai kabur dari pemusatan latihan. Namun Polosin tidak bergeser sedikit pun.

“Polosin sempat melihat pertandingan Galatama sebelum memanggil pemain untuk pemusatan latihan. Ia pun bilang bahwa kami hanya kuat main di babak pertama saja kemudian menurun di babak kedua,” kata Sudirman, salah satu pemain kunci saat itu.

Latihan fisik yang brutal itu membuat Timnas Indonesia mengalami peningkatan signifikan. Para pemain dipaksa berlari empat kilometer dalam waktu 15 menit, sementara standar VO2Max mereka ditargetkan setara pemain Eropa. Hasilnya terlihat jelas pada daya tahan skuat Garuda ketika bertanding di Manila.

 


Fisik Ditempa, Mental Dibentuk

Anatoli Polosin (Istimewa)

Polosin sempat membawa Timnas Indonesia mengikuti Presiden Cup di Seoul sebagai bagian dari uji coba. Hasilnya buruk, bahkan cenderung memalukan. Tim Garuda kalah dari klub Austria, China U-23, Mesir, Korea Selatan, hingga Malta. Mereka kebobolan 17 gol dan hanya mencetak satu.

Namun Polosin tidak ambil pusing.

“Hasil uji coba nggak bagus karena Polosin juga tidak peduli. Sebabnya intensitas latihan tetap tinggi selama periode uji coba itu dan dia baru menurunkan intensitas jelang tampil di SEA Games. Dia sudah menghitung semua itu menurut cara dia,” ujar Sudirman.

Keyakinan itu terbukti ketika Indonesia akhirnya meraih medali emas di Manila, sebuah pencapaian bersejarah yang masih dikenang sampai sekarang.

 


Apakah Timur Kapadze Bisa Mengulang Keberhasilan Polosin?

Pelatih kepala Uzbekistan, Timur Kapadze, memberikan instruksi kepada para pemainnya selama pertandingan final Piala Asia U-23 AFC Qatar 2024 antara Jepang dan Uzbekistan di Stadion Jassim Bin Hamad, Doha, pada 3 Mei 2024. (KARIM JAAFAR/AFP)

Melihat keberhasilan Polosin, publik mulai membandingkannya dengan Timur Kapadze, sosok yang disebut-sebut memiliki karakter kerja keras khas Asia Tengah. Kapadze dikenal sebagai pelatih dengan kedisiplinan tinggi, struktur taktik yang rapi, serta kemampuan mengembangkan pemain muda—kualitas yang secara teori cocok dengan kebutuhan sepak bola Indonesia.

Namun, perbandingan dengan Polosin tentu tidak sederhana. Polosin datang pada periode ketika pemain Indonesia relatif belum tersentuh metode modern dan fisik bisa ditingkatkan berkali-kali lipat melalui latihan berat. Situasi hari ini berbeda. Pemain Indonesia sudah jauh lebih profesional, tetapi tantangan kompetisi dan konsistensi masih menjadi masalah utama.

Kapadze diyakini bisa membawa warna baru, tapi ia harus memahami karakter pemain lokal serta kultur kerja yang berbeda dengan negara-negara Asia Tengah. Jika ia mampu menemukan keseimbangan antara kedisiplinan, fisik, dan sentuhan taktik modern, bukan tidak mungkin ia bisa mengulang energi positif yang pernah dibawa Polosin.

Pada akhirnya, Polosin menjadi legenda bukan hanya karena medali emas, tetapi karena keberaniannya membuat perubahan besar. Jika Kapadze ingin mencapai level serupa, ia harus membawa transformasi yang terasa, disiplin yang konsisten, dan hasil yang nyata.

Komentar

Kirim komentar
Galat kode pemeriksaan, silakan masukkan kembali
avatar

{{ nickname }}

{{ comment.created_at }}

{{ comment.content }}

IP: {{ comment.ip_addr }}
{{ comment.likes }}