
Jakarta - Terbongkarnya kasus 'pungli' kepada pemain yang dituduhkan manajemen Malut United kepada Imran Nahumarury dan Yeyen Tumena di Malut United mengejutkan jagat sepak bola Indonesia.
Kejadian ini seolah bukti kondisi sepak bola profesional di Tanah Air tidak dan belum mengarah ke tataran yang baik. Namun, selama ini, tindakan ini terkesan ditutupi stakeholder sepak bola Indonesia.
Tak menutup mata, praktik gratifikasi ini dianggap sudah berlangsung lama di sepak bola Tanah Air. Kasus yang melibatkan Imran Nahumarury dan Yeyen Tumena ibarat runtuhnya bongkahan fenomena gunung es di sepak bola nasional.
Gusnul Yakin, mantan pemain dan berstatus pelatih kawakan di Indonesia, mengungkapkan temuannya.
"Kasus Imran dan Yeyen adalah puncak gunung es yang ambrol. Teman pelatih di Surabaya cerita ke saya, virus pungli sudah menjangkiti level SSB. Sudah hal biasa, ada wali murid yang punya uang lebih memberi pelatih agar anaknya sering dimainkan di sebuah turnamen," kata Gusnul Yakin.
"Ini sudah menyangkut adab dan akhlak. Jika segalanya bisa diselesaikan dengan uang, sangat kasihan anak-anak dari kalangan tak mampu, tapi dia punya bakat bagus. Akhirnya pembinaan di grassroot seperti fatamorgana. Semarak, tapi tak ada hasilnya," lanjut Gusnul Yakin.
Momen bersejarah tercipta di Piala Dunia Antarklub 2025! Auckland City akhirnya berhasil mencetak gol perdana mereka di ajang bergengsi ini saat menghadapi raksasa Argentina, Boca Juniors.
Pandangan Gusnul Yakin

Mantan pelatih Arema Malang yang terus mengikuti perkembangan sepak bola di Tanah Air ini juga merasa miris jalan pintas mengkarbit pemain kelompok umur di level kompetisi resmi, seperti EPA.
"Bukan rahasia lagi orang tua pemain mengeluarkan dana puluhan juta agar anaknya bisa masuk klub EPA Liga 1. Ada juga klub yang 'menjual' lisensi ikut EPA Liga 1 ke pihak kedua. Setelah itu klub tak campur tangan soal rekrutmen pemain hingga tak peduli prestasi klubnya di EPA. Seolah hanya menggugurkan kewajiban," ungkapnya.
Solusi yang diberikan Gusnul Yakin, satu di antaranya, ia mendorong klub Liga 1 mempunyai akademi. Beberapa manfaatnya di antaranya, akademi bisa jadi solusi untuk mendapatkan pemain murah ketika klub kesulitan mencari dana.
Materi Adab dan Akhlak

Gusnul Yakin juga memberikan masukan, menjadi tugas PSSI untuk memasukkan materi adab dan akhlak dalam kursus lisensi pelatih.
"Kalau materi teknik melatih sepak bola di negara mana pun sama karena sumbernya sama dari AFC dan FIFA. Kita tinggal memodifikasi saja. Jika adab dan akhlak masuk materi kursus, kita akan punya pelatih bagus dari sisi teknik dan moral," ujarnya.
Gusnul Yakin pun berharap ada hikmah yang bisa diambil dari kasus Imran Nahumarury dan Yeyen Tumena ini, satu di antaranya menjadi momen tepat untuk memperbaiki sepak bola Indonesia.