
Jakarta - Media asal Inggris, The Guardian, memberikan ulasan khusus terhadap sepak bola Indonesia setelah tiga tahun meletusnya Tragedi Kanjuruhan. Dari peristiwa yang merenggut nyawa hingga ratusan suporter itu, Indonesia kini memiliki asa untuk tampil di Piala Dunia 2026.
Ulasan tersebut disajikan The Guardian dalam memperingati tiga tahun Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022. Insiden mematikan akibat penembakan gas air mata itu sempat menjadi titik nadir sepak bola Indonesia karena memakan 135 korban jiwa.
“Tiga tahun setelah bencana stadion, sepak bola Indonesia punya kisah positif untuk diceritakan. Piala Dunia sudah di depan mata bagi tim asuhan Patrick Kluivert. Meskipun masalah masih ada, keadaan mulai membaik di salah satu negara dengan semangat sepak bola paling tinggi di Asia ini,” tulis The Guardian, Rabu (1/10/2025).
Selain Tragedi Kanjuruhan yang menjadi sorotan pertama dalam artikel tersebut, The Guardian turut menyinggung soal batalnya penyelenggaraan Piala Dunia U-20 2023. Status tuan rumah ketika itu dicabut FIFA karena polemik penolakan hadirnya Israel yang jadi satu di antar peserta.
Namun, yang menjadi satu di antar titik balik ialah kesuksesan Indonesia dalam menyelenggarakan Piala Dunia U-17 2023. Kepercayaan FIFA kepada Indonesia untuk menjadi tuan rumah pun dibayar dengan penyelenggaraan yang sukses.
“FIFA justru terkesan dengan upaya Erick Thohir untuk menyelenggarakan Piala Dunia U-17 pada November. Piala Dunia U-17 merupakan sebuah kesuksesan dan membawa aura positif yang sangat dibutuhkan,” tulis media tersebut.
Lolos Piala Dunia 2026

The Guardian pun kemudian menuntun poin ulasannya ihwal perjuangan Skuad Merah Putih yang kini meretas asa menuju Piala Dunia 2026. Timnas Indonesia disebut hanya tinggal berjarak 180 menit untuk tampil di kejuaraan paling akbar tersebut.
Durasi waktu ini mengacu pada dua pertandingan krusial melawan Arab Saudi dan Irak pada putaran keempat Grup B Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. Peluang Tim Garuda memang kian terbuka karena FIFA telah resmi menambah alokasi peserta turnamen akbar tersebut menjadi 48 tim.
“Ketika FIFA memperluas turnamen menjadi 48 tim, mereka berharap China dan India akan lolos, tetapi Indonesia, negara terpadat keempat di dunia dan memiliki gairah yang lebih besar terhadap sepak bola dibandingkan raksasa-raksasa tidur lainnya.”
“Mereka akan menjadi penghibur yang cukup besar. Pada 8 dan 14 Oktober, Tim Garuda akan menghadapi Arab Saudi dan Irak dalam playoff sistem kompetisi tiga tim. Pemenangnya akan lolos ke Amerika Utara,” tulis The Guardian.
Faktor Naturalisasi

Menurut The Guardian, pencapaian yang telah diukir Timnas Indonesia tergolong lebih mengesankan dibandingkan dua tim tersukses di regional Asia Tenggara, Vietnam, dan Thailand pada kualifikasi.
Skuad Garuda bisa melumpuhkan sederet tim-tim yang selama ini sulit dikalahkan, semacam Arab Saudi, China, dan Bahrain. Kesuksesan menahan Timnas Australia pada pertemuan pertama juga patut mendapatkan pujian.
The Guardian menyebutkan, faktor utama di balik perjalanan yang mengejutkan ini ialah hadirnya sederet pemain naturalisasi yang kini menjadi andalan dan sering mengisi daftar starting eleven skuad Garuda.
“Naturalisasi adalah pendorong utama. Bekas koloni Belanda ini sangat mengandalkan pemain kelahiran Eropa (kebanyakan dari Belanda) dengan warisan Indonesia. Tahun ini, sebanyak delapan atau sembilan pemain telah menjadi starter,” tulis The Guardian.
Hadirnya Patrick Kluivert

Sosok Patrick Kluivert juga dinilai lebih cocok menangani skuad Garuda ketimbang juru taktik sebelumnya, Shin Tae-yong. The Guardian memang tak menyinggung soal hasil maupun gaya bermain dari dua pelatih ini.
Namun yang patut menjadi fokus pembahasan ialah kemampuan Kluivert dalam berkomunikasi. Sebagai legenda sepak bola Belanda, dia akan lebih mudah berhubungan dengan anak asuhnya yang sebagian besar lahir di Negeri Kincir Angin.
“Patrick Kluivert ditunjuk sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia pada Januari setelah pemecatan Shin Tae-yong. Hasil pertandingan bukanlah masalah, tetapi mantan striker Barcelona itu dianggap lebih cocok untuk tim yang pada dasarnya telah menjadi tim Eropa dan berkomunikasi dalam bahasa Belanda dan/atau Inggris,” tulis The Guardian.
Sumber: The Guardian